Rabu, 15 Januari 2020

KH M. Aniq Muhammadun: Pakar Nahwu Yang Tersembunyi




Putra KH Muhammadun Pondowan ini adalah sosok yang bersahaja. Beliau menerima tamu dengan tangan terbuka. Para tamu tidak sungkan (malu) menyampaikan unek-unek (isi hati sesuai keinginan atau kebutuhan). Kiai Aniq menjawab sesuai pertanyaan atau keluhan yang disampaikan. 

Beliau lebih dikenal sebagai ahli fiqh. Wawasan dan pemikiran fiqhnya mendalam. Banyak orang mengatakan bahwa Kiai Aniq itu tabahhur (nyegoro) atau tahqiq (memahami secara mendalam dan di luar kepala) kitab kuning, khususnya fiqh. 

Penulis bersama rombongan dari Yayasan Luthful Ulum Wonokerto Pasucen dulu pernah menyampaikan masalah tentang zakat fitrah yang biasa terjadi di madrasah. Kiai Aniq menjawab bahwa di zaman Mbah Madun praktek zakat di madrasah tersebut ada hilah (mengatur), yaitu guru yang menerima zakat harus benar-benar guru yang masuk ashnaf tsamaniyah (golongan delapan) yang berhak menerima zakat, khususnya fakir-miskin. 

Dalam forum Bahtsul Masail di lingkungan pesantren dan Nahdlatul Ulama, dari level Majlis Wakil Cabang, Cabang, Wilayah, dan Pusat (Muktamar, Munas, Kombes), pandangan dan pemikiran beliau sangat dinanti. Posisi Kiai Aniq dalam forum tersebut sebagai mushahhih (korektor) yang mengoreksi dan memilih jawaban dan ibarat kitab yang tepat dengan konteks masalah yang dikaji. 

Kiai Aniq juga sering diundang dalam forum diskusi ilmiah, selain dalam forum pengajian. Di IPMAFA, tepatnya di Prodi Zakat Wakaf, Kiai Aniq pernah menyampaikan pemikiran tentang zakat produktif dan wakaf produktif. Dalam konteks zakat profesi dan zakat produktif, Kiai Aniq menjelaskan dengan ibart "ijaratun nafsi", yakni menyewakan potensi diri dengan kompensasi tertentu. 

Hal ini diperbolehkan, sehingga profesi yang komersial, seperti dokter, komisaris, manajer, aparatur sipil negara, dan lain-lain yang sudah mencapai satu nishab selama satu tahun wajib mengeluarkan zakat. 

Dalam konteks zakat produktif, Kiai Aniq menjelaskan pandangan fiqh yang menganjurkan pemberian zakat dalam dalam bentuk kail dari pada ikan, seperti modal usaha, alat untuk bekerja, dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa zakat produktif sudah dijelaskan dalam kitab fiqh klasik. 

Namun dalam konteks wakaf, Kiai Aniq konsisten dengan madzhab Syafi'i yang tidak memperbolehkan wakaf uang yang lebih dikenal dengan wakaf produktif. Mengutip kitab Asnal Mathalib, Kiai Aniq menjelaskan bahwa wakaf adalah harta yang bisa dimanfaatkan dan dipindahkan kepemilikannya kepada Allah secara permanen, bukan temporer, untuk menggapai ridla Allah.  

Meskipun undang-undang wakaf memperbolehkan wakaf uang dan wakaf temporer, Kiai Aniq tetap konsisten dengan madzhab Syafi'i yang tidak memperbolehkan wakaf temporer atau wakaf uang tersebut. 

Pandangan-pandangan fiqh Kiai Aniq di satu sisi dinamis-kontekstual dan di sisi lain tekstual. Semua ini tidak lepas dari pemahaman beliau yang mendalam terhadap substansi kitab kuning yang beliau kaji selama puluhan tahun, sehingga kebenaran ilahi yang beliau cari, bukan kebenaran yang mengikuti nafsu dan ruang yang nisbi. 

Muallif Nahwu 

Di samping pakar fiqh yang dibuktikan dalam berbagai forum Bahtsul Masail dan seminar, Kiai Aniq Muhammadun ternyata adalah sosok pakar nahwu. Dalam bidang ini, beliau  sudah punya karya yang dikaji tidak hanya di Pondoknya (Mambaul Ulum Pakis), tapi juga di tempat lain, seperti di Pasuruan. 

Nama kitab nahwu yang ditulis Kiai Aniq adalah "Tashil Al-Salik Fi Tarjamati Alfiyyati Ibni Malik" yang menjelaskan dengan bahasa Jawa kitab Alfiyyah Ibnu Malik yang sangat populer di Indonesia dan dunia Islam pada umumnya. 

Kitab ini ditulis Kiai Aniq ketika beliau sudah berdomisili di Pakis, di tengah mengasuh para santri. Kitab ini memang stoknya terbatas, oleh sebab itu perlu diperbanyak supaya semakin banyak pelajar dan umat Islam yang bisa menikmati karya ulama Nusantara. 

Generasi Kiai Muhammadun Pondowan 

Kiai Aniq melanjutkan kepakaran ilmu nahwu dari ayahandanya KH Muhammadun Pondowan yang menurut Sayyid Muhammad Al Makki  diberi gelar "Sibawaih Jawa". 

 Kiai Aniq memulai studi di Pondowan, kemudian selama 6 tahun di Perguruan Islam Mathaliul Falah (PIM) Kajen di pesantren Mathaliul Huda (PMH) Pusat di bawah asuhan KH Abdullah Zain Salam. Selama di Kajen, Kiai Aniq juga ngaji banyak kitab kepada KH MA Sahal Mahfudh, khususnya tentang fiqh dan Ushul fiqh. 

Setelah itu, Kiai Aniq kembali ke Pondowan untuk mengaji kepada ayahandanya secara langsung selama kurang lebih 10 tahun. Berbagai Syarah Alfiyyah Ibnu Malik, seperti Ibnu Aqil dan Dahlan dilahap dengan renyah langsung dari ayahandanya. 

Di tengah mengaji, Kiai Aniq juga mengajar para santri dan melatih mereka Bahtsul Masail. Kiai Aniq merintis musyawarah kitab Fathul Qarib dan Fathul Mu'in di Pondowan yang sebelumnya tidak ada. 

Setelah menikah dengan Hj Salamah Zubair Dahlan Sarang, Kiai Aniq di Pondowan sebentar kemudian berdomisili di Sarang. Tidak lama di Sarang Kiai Aniq kembali ke Pati dengan memilih lokasi yang dekat dengan Pondowan, yaitu Pakis. Di Pakis inilah, Kiai Aniq merintis pesantren yang dikenal dengan nama Mambaul Ulum (tempat berseminya ilmu). 

Pesantren ini terus berkembang. Jumlah santri terus meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini, jumlah santri putra dan putri sekitar 300-an. Santri berasal dari berbagai wilayah, mulai Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan lain-lain. 

Tanya Jawab Fiqh 

Di samping karya bidang nahwu, Kiai Aniq juga mempunyai karya fiqh dalam bentuk tanya jawab yang dipublikasikan oleh Media Harian. Karya ini insya Allah akan diterbitkan dalam bentuk buku untuk melengkapi karyanya di bidang nahwu.  

Semoga KH M. Aniq Muhammadun diberikan kesehatan, umur panjang, dan keberkahan ilmu yang bermanfaat untuk para santri, umat Islam, dan bangsa secara keseluruhan. Amiin Yaa Rabbal Alamiin.

Pakis, Sabtu, 16 Nopember 2018

Sumber: KH. Jamal Pati 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar