Masyarakat
muslim di dunia pasti menyambut dengan gegap gembira hari raya Idul Adha. Di saat
Idul Adha semua orang bergembira. Di antara mereka ada yang melaksanakan Haji yang
menjadi salah satu rukun dalam Islam dan pada waktu Idul adha pula, dilakukan
ritual kurban yang dilaksanakan sebagai wujud syukur dan memuji Allah atas apa
yang di berikan oleh-Nya.
Di Indonesia sendiri Idul Adha
mempunyai banyak sebutan seperti, Idul
Kurban karena dilakukannya ritual Kurban. Di sebut juga, hari raya Haji karena
berbondong-bondongnya orang muslim yang melaksanakan haji pada hari itu. Hewan yang
di kurbankan umumnya adalah Sapi dan Kambing. Tetapi, berbeda dengan masyarakat
kudus.
Di kudus, suatu kota metropolitan mungil di
jawa tengah ini, terdapat tradisi unik
dimana terdapat “Anjuran” agar tidak
menyembelih daging sapi bagi warga asli Kudus. Ini terjadi karena dahulunya,
pada saat penyebaran Islam di Kudus oleh Sayyid Ja’far Shodiq Azmatkhan, atau Sunan Kudus. Masyarakat
Kudus pada saat itu, masih di dominasi oleh kaum hindu yang meng-kramat-kan
Sapi. Sunan Kudus lalu mendatangkan beberapa sapi besar yang berasal dari
India. Kemudian beliau mengikat sapi-sapi tersebut di halaman Masjid.
Beliau mencoba menarik simpati
dari masyarakat dengan cara mencegah bahkan melarang menyembelih sapi untuk
menghormati masyarakat Hindu kala itu. Beliau mberdiskusi dan berdialog dengan
mereka hingga akhirnya, secara bertahap, akhirnya masyarakat kudus pun memeluk
agama Islam.
Sampai sekarang, meskipun tidak
ada lagi masyakat Hindu di Kudus, masyarakat Kudus tetap mempertahankan tradisi
tersebut. Mereka lebih memilih kerbau,
walaupun harganya lebih mahal, tetapi masih memegang tradisi tersebut. Kita dapat
melihat pada makanan khas Kudus seperti Soto Kudus dan Sego Pindang yang
menggunakan dgaing Kerbau dan Ayam. Tapi tak jarang saya jumpai, beberapa
warung di luar Kudus yang menjual makanan khas Kudus, namun menggunakan daging
Sapi. Ternyata, setelah di telusuri, mereka bukan masyarakat asli Kudus.
Sayangnya saat ini, budaya ini
mulai luntur dikarenakan kurangnya kepekaan budaya dan adanya kelompok
masyarakat yang tidak mempersoalkan lagi hal-hal seperti itu. Padahal, itu merupakan
warisan dakwah sunan Kudus yang memiliki pesan nilai toleran, dan santun. Sehingga
di harapkan mampu di teladani oleh berbagai generasi masyarakat Kudus.
Sumber: An-Naml