Postingan Populer

Sabtu, 01 Agustus 2020

Menyembelih Sapi Bagi Muslim Kudus


 

         

Masyarakat muslim di dunia pasti menyambut dengan gegap gembira hari raya Idul Adha. Di saat Idul Adha semua orang bergembira. Di antara mereka ada yang melaksanakan Haji yang menjadi salah satu rukun dalam Islam dan pada waktu Idul adha pula, dilakukan ritual kurban yang dilaksanakan sebagai wujud syukur dan memuji Allah atas apa yang di berikan oleh-Nya.

Di Indonesia sendiri Idul Adha mempunyai banyak sebutan seperti,  Idul Kurban karena dilakukannya ritual Kurban. Di sebut juga, hari raya Haji karena berbondong-bondongnya orang muslim yang melaksanakan haji pada hari itu. Hewan yang di kurbankan umumnya adalah Sapi dan Kambing. Tetapi, berbeda dengan masyarakat kudus. 

Di kudus, suatu kota metropolitan mungil di jawa tengah ini,  terdapat tradisi unik dimana terdapat “Anjuran”  agar tidak menyembelih daging sapi bagi warga asli Kudus. Ini terjadi karena dahulunya, pada saat penyebaran Islam di Kudus oleh Sayyid Ja’far  Shodiq Azmatkhan, atau Sunan Kudus. Masyarakat Kudus pada saat itu, masih di dominasi oleh kaum hindu yang meng-kramat-kan Sapi. Sunan Kudus lalu mendatangkan beberapa sapi besar yang berasal dari India. Kemudian beliau mengikat sapi-sapi tersebut di halaman Masjid.

Beliau mencoba menarik simpati dari masyarakat dengan cara mencegah bahkan melarang menyembelih sapi untuk menghormati masyarakat Hindu kala itu. Beliau mberdiskusi dan berdialog dengan mereka hingga akhirnya, secara bertahap, akhirnya masyarakat kudus pun memeluk agama Islam.

Sampai sekarang, meskipun tidak ada lagi masyakat Hindu di Kudus, masyarakat Kudus tetap mempertahankan tradisi tersebut. Mereka  lebih memilih kerbau, walaupun harganya lebih mahal, tetapi masih memegang tradisi tersebut. Kita dapat melihat pada makanan khas Kudus seperti Soto Kudus dan Sego Pindang yang menggunakan dgaing Kerbau dan Ayam. Tapi tak jarang saya jumpai, beberapa warung di luar Kudus yang menjual makanan khas Kudus, namun menggunakan daging Sapi. Ternyata, setelah di telusuri, mereka bukan masyarakat asli Kudus.

Sayangnya saat ini, budaya ini mulai luntur dikarenakan kurangnya kepekaan budaya dan adanya kelompok masyarakat yang tidak mempersoalkan lagi hal-hal seperti itu. Padahal, itu merupakan warisan dakwah sunan Kudus yang memiliki pesan nilai toleran, dan santun. Sehingga di harapkan mampu di teladani oleh berbagai generasi masyarakat Kudus.

Sumber: An-Naml

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenal kitab Faraidl As-Saniyyah Wa Ad-Durar Al-Bahiyyah: Kitab Hujjah Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah

Di Indonesia pada dekade 60 sampai 70-an, muncul gerakan-gerakan anti adat dan penolakan atas kulturisasi agama dengan alasan bertentangan ...