Blog ini adalah Blog yang membahas mengenai beberapa kisah ulama', tradisi, dan beberapa pelajaran
Postingan Populer
-
KH M Aniq Muhammadun (Ahad, 7 Juni 2020), Rais Syuriyah PCNU Pati Dan Pengasuh PP Mambaul Ulum Pakis Tayu dawuh: Alumni Mesir diperintah...
-
Kalangan pesantren pastinya mengenal sebuah kitab adab yang bernama Ta’lim Al-Muta’allim. Kitab karangan Syaikh Al-Zarnuji ini mempunyai ...
-
Kiai sungguhan itu ya Kiai Muhammad," kira-kira demikian ujar Mbah Abdullah Salam Kajen kepada seorang santri mbareng saat sowan b...
Sabtu, 17 Agustus 2019
Kisah KeIkhlasan Gus Dur
KHR Asnawi: Kiai Pejuang di Masa Kolonial
Sumber : NU ONLINE
Selasa, 13 Agustus 2019
KH.Abdurrahman Wahid: Ulama',Pemimpin,dan Guru Bangsa
Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau
yang akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 7
September 1940. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Adakhil yang berarti sang
penakluk. Karena kata “Adakhil” tidak cukup dikenal, maka diganti dengan nama
“Wahid” yang kemudian lebih dikenal dengan Gus Dur. Gus adalah panggilan
kehormatan khas Pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti “abang atau
mas”.
Gus Dur adalah anak pertama dari
enam bersaudara. Ia lahir dari keluarga yang cukup terhormat. Kakek dari
ayahnya, K.H. Hasyim Asyari, merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sementara
itu kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren
pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayahnya K.H. Wahid Hasyim
merupakan sosok yang terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri
Agama tahun 1949, sedangkan ibunya Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pondok
Pesantren Denayar Jombang.
Gus Dur pernah menyatakan secara
terbuka bahwa ia adalah keturunan TiongHoa dari Tan Kim Han yang menikah dengan
Tan a Lok, yang merupakan saudara kandung dari Raden Patah (Tan Eng Hwa) yang
merupakan pendiri kesultanan Demak. Tan a Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan
anak dari Puteri Campa yang merupakan Puteri Tiongkok yaitu selir Raden
Brawijaya V. Berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis Louis Charles
Damais, Tan Kim Han diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al Shini yang
makamnya ditemukan di Trowulan.
Pada tahun 1944 Abdurrahman Wahid pindah dari
kota asalnya Jombang menuju Jakarta, karena pada saat itu ayahnya terpilih
menjadi ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia yang biasa
disingkat “Masyumi”. Masyumi adalah sebuah organisasi dukungan dari tentara
Jepang yang pada saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap
berada di sana selama perang mempertahankan kedaulatan Indonesia melawan
Belanda. Ia kembali ke Jakarta pada akhir perang tahun 1949 karena ayahnya
ditunjuk sebagai Menteri Agama.
Gus Dur menempuh ilmu di Jakarta dengan masuk
ke SD Kris sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Pada tahun 1952 ayahnya sudah
tidak menjadi Menteri Agama tetapi beliau tetap tinggal di Jakarta. Pada tahun
1953 di bulan April ayah Gus Dur meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
Pada tahun 1954 pendidikannya
berlanjut dengan masuk ke sekolah menengah pertama, yang pada saat itu ia tidak
naik kelas. Lalu ibunya mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.
Setelah lulus dari SMP pada tahun 1957, Gus
Dur memulai pendidikan muslim di sebuah Pesantren yang bernama Pesantren
Tegalrejo di Kota Magelang. Pada tahun 1959 ia pindah ke Pesantren Tambakberas
di Kota Jombang. Sementara melanjutkan pendidikanya, ia juga menerima pekerjaan
pertamanya sebagai seorang guru yang nantinya sebagai kepala sekolah
madrasah. Bahkan ia juga bekerja sebagai
jurnalis Majalah Horizon serta Majalah Budaya Jaya.
Pada tahun 1963, ia menerima beasiswa dari
Kementrian Agama untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Ia
pergi ke Mesir pada November tahun 1963. Universitas memberitahu Gus Dur untuk
mengambil kelas remedial sebelum belajar bahasa Arab dan belajar islam.
Meskipun mahir berbahasa Arab, ia tidak mampu memberikan bukti bahwa sesungguhnya
ia mahir berbahasa Arab. Ia pun terpaksa harus mengambil kelas remedial.
Pada tahun 1964 Gus Dur sangat
menikmati kehidupannya di Mesir. Ia
menikmati hidup dengan menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menikmati
menonton sepakbola. Gus Dur juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis
majalah dari asosiasi tersebut. Akhirnya ia berhasil lulus dari kelas
remedialnya pada akhir tahun. Pada tahun 1965 ia memulai belajar ilmu Islam dan
juga bahasa Arab. Namun Gus Dur kecewa dan menolak metode belajar dari
universitas karena ia telah mempelajari ilmu yang diberikan.
Di Mesir, Gus Dur bekerja di
Kedutaan Besar Indonesia. Namun pada saat ia bekerja peristiwa Gerakan 30
September (G 30 S) terjadi. Upaya pemberantasan komunis dilakukan di Jakarta
dan yang menangani saat itu adalah Mayor Jendral Suharto. Sebagai bagian dari
upaya tersebut. Gus Dur diperintahkan
untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan
kedudukan politik mereka. Ia menerima perintah yang ditugaskan menulis laporan.
Akhirnya ia mengalami kegagalan di Mesir. Hal
ini terjadi karena Gus Dur tidak setuju akan metode pendidikan di universitas
dan pekerjaannya setelah G 30 S sangat mengganggu dirinya. Pada tahun 1966 ia
harus mengulang pendidikannya. Namun pendidikan pasca sarjana Gus Dur
diselamatkan oleh beasiswa di Universitas Baghdad. Akhirnya ia pindah menuju
Irak dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun pada awalnya ia lalai, namun ia
dengan cepat belajar. Gus Dur juga meneruskan keterlibatannya dengan Asosiasi
Pelajar Indonesia dan sebagai penulis majalah Asosiasi tersebut.
Pada tahun 1970 ia menyelesaikan pendidikannya
di Universitas Baghdad. Setelah itu, Gus Dur ke Belanda untuk meneruskan
pendidikan. Ia ingin belajar di Universitas Leiden, namun ia kecewa karena
pendidikan di Universitas Baghdad tidak diakui oleh universitas tersebut.
Akhirnya ia pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali lagi ke Indonesia pada
tahun 1971.
Di Jakarta, Gus Dur berharap akan kembali ke
luar negeri untuk belajar di Universitas McGill di Kanada. Ia pun bergabung ke
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Organisasi ini terdiri dari kaum intelektual
muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang
bernama Prima dan Gus Dur menjadi salah satu kontributor utama majalah
tersebut. Beliau berkeliling pesantren di seluruh Jawa.
Pada saat itu pesantren berusaha keras untuk
mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan mengadopsi kurikulum pemerintah.
Karena nilai-nilai pesantren semakin luntur akibat perubahan ini, Gus Dur pun
prihatin dengan kondisi tersebut. Ia juga prihatin akan kemiskinan yang melanda
pesantren yang ia lihat. Melihat kondisi tersebut Gus Dur membatalkan belajar
ke luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.
Akhirnya ia meneruskan kariernya
sebagai seorang jurnalis pada Majalah Tempo dan Koran Kompas. Tulisannya dapat
diterima dengan baik. Ia mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial.
Dengan itu ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan seminar sehingga
membuatnya sering pulang dan pergi antara Jakarta dan Jombang.
Meskipun kariernya bisa meraih kesuksesan
namun ia masih merasa sulit hidup karena hanya memiliki satu sumber
pencaharian. Ia pun bekerja kembali dengan profesi berbeda untuk mendapatkan
pendapatan tambahan dengan menjual
kacang dan mengantarkan es. Pada tahun 1974 ia menjabat sebagai
Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng hingga tahun 1980. Pada tahun 1980 ia menjabat
sebagai seorang Katib Awwal PBNU hingga pada tahun 1984. Pada tahun 1984 ia
naik pangkat sebagai Ketua Dewan Tanfidz PBNU. Tahun 1987 Gus Dur menjabat
sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia. Pada tahun 1989 kariernya pun meningkat
dengan menjadi seorang anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. Dan hingga
akhirnya pada tahun 1999 sampai 2001 ia menjabat sebagai Presiden Republik
Indonesia.
Sebagai seorang Presiden RI, Gus Dur memiliki
pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam menyikapi suatu permasalahan bangsa.
Ia melakukan pendekatan yang lebih simpatik kepada kelompok Gerakan Aceh
Merdeka (GAM), mengayomi etnis Tionghoa , meminta maaf kepada keluarga PKI yang
mati dan disiksa, dan lain-lain. Selain itu, Gus Dur juga dikenal sering
melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversial, yang salah satunya adalah
mengatakan bahwa anggota MPR RI seperti anak TK.
Hanya sekitar 20 bulan Gus Dur menjabat
sebagai Presiden RI. Musuh-musuh politiknya memanfaatkan benar kasus Bulloggate
dan Bruneigate untuk menggoyang kepemimpinannya. Belum lagi hubungan yang tidak
harmonis dengan TNI, Partai Golkar, dan elite politik lainnya. Gus Dur sendiri
sempat mengeluarkan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2)
mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu
satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap
Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada
23 Juli 2001, MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya
dengan Megawati Sukarnoputri.
Sebelumnya, pada Januari 2001, Gus Dur
mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan
ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.
Setelah berhenti menjabat sebagai
presiden, Gus Dur tidak berhenti untuk melanjutkan karier dan perjuangannya.
Pada tahun 2002 ia menjabat sebagai penasihat Solidaritas Korban Pelanggaran
HAM. Dan pada tahun 2003, Gus Dur menjabat sebagai Penasihat pada Gerakan Moral
Rekonsiliasi Nasional.
Tahun 2004, Gus Dur kembali berupaya untuk
menjadi Presiden RI. Namun keinginan ini kandas karena ia tidak lolos
pemeriksaan kesehatan oleh Komisi Pemilihan Umum. Pada Agustus 2005 Gus Dur menjadi salah satu
pimpinan koalisi politik yang bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu.
Bersama dengan Tri Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati, koalisi ini
mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada tahun 2009 Gus Dur menderita beberapa
penyakit. Bahkan sejak ia menjabat sebagai presiden, ia menderita gangguan
penglihatan sehingga surat dan buku seringkali dibacakan atau jika saat menulis
seringkali juga dituliskan. Ia mendapatkan serangan stroke, diabetes, dan
gangguan ginjal. Akhirnya Gus Dur pun pergi menghadap sang khalik (meninggal
dunia) pada hari Rabu 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
Jakarta pada pukul 18.45 WIB.
PENDIDIKAN
1957-1959 Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah
1959-1963 Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur
1964-1966 Al Azhar University, Cairo, Mesir, Fakultas
Syari'ah (Kulliyah al-Syari'ah)
1966-1970 Universitas Baghdad, Irak, Fakultas Adab Jurusan
Sastra Arab
KARIR
1972-1974 Fakultas Ushuludin Universitas Hasyim Ashari,
Jombang, sebagai Dekan dan Dosen
1974-1980 Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng
1980-1984 Katib Awwal PBNU
1984-2000 Ketua Dewan Tanfidz PBNU
1987-1992 Ketua Majelis Ulama Indonesia
1989-1993 Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
1998 Partai Kebangkitan Bangsa, Indonesia, Ketua Dewan Syura
DPP PKB
1999-2001 Presiden Republik Indonesia
2000 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Mustasyar
2002 Rektor Universitas Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur,
Indonesia
2004 Pendiri The WAHID Institute, Indonesia
PENGHARGAAN
2010 Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010
2010 Bapak Ombudsman Indonesia oleh Ombudsman RI
2010 Tokoh Pendidikan oleh Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama
(IPNU)
2010 Mahendradatta Award 2010 oleh Universitas
Mahendradatta, Denpasar, Bali
2010 Ketua Dewan Syuro Akbar PKB oleh PKB Yenny Wahid
2010 Bintang Mahaguru oleh DPP PKB Muhaimin Iskandar
2008 Penghargaan sebagai tokoh pluralisme oleh Simon
Wiesenthal Center
2006 Tasrif Award oleh Aliansi Jurnanlis Independen (AJI)
2004 Didaulat sebagai “Bapak Tionghoa” oleh beberapa tokoh
Tionghoa Semarang
2004 Anugrah Mpu Peradah, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu
Indonesia, Jakarta, Indonesia
2004 The Culture of Peace Distinguished Award 2003,
International Culture of Peace Project Religions for Peace, Trento, Italia
2003 Global Tolerance Award, Friends of the United Nations,
New York, Amerika Serikat
2003 World Peace Prize Award, World Peace Prize Awarding
Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan
2003 Dare to Fail Award , Billi PS Lim, penulis buku paling
laris "Dare to Fail", Kuala Lumpur, Malaysia
2002Pin Emas NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta,
Indonesia.
2002 Gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA), Sampeyan dalem
Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XII, Surakarta, Jawa Tengah,
Indonesia
2001 Public Service Award, Universitas Columbia , New York ,
Amerika Serikat
2000 Ambassador of Peace, International and Interreligious
Federation for World peace (IIFWP), New York, Amerika Serikat
2000 Paul Harris Fellow, The Rotary Foundation of Rotary
International
1998 Man of The Year, Majalah REM, Indonesia
1993 Magsaysay Award, Manila , Filipina
1991 Islamic Missionary Award , Pemerintah Mesir
1990 Tokoh 1990, Majalah Editor, Indonesia
Doktor Kehormatan:
Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas
Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology,
Bangkok, Thailand (2000
Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi
dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris,
Perancis (2000)
Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok,
Thailand (2000)
Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India
(2000)
Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo,
Jepang (2002)
Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas
Netanya, Israel (2003)
Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk,
Seoul, Korea Selatan (2003)
Doktor Kehormatan dari
Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)
Ihya'ussunnah Assaniyyah
KH.Sanusi Ali Mbareng :Seorang Kyai Wali
Sabtu, 10 Agustus 2019
Mimpi Mbah Moen tentang Gus Dur
Shalawat Nariyah
Mbah Maimoen dan Gus Baha'
Enam Amalan Sunnah di Idul Adha
Idul Fitri dan Idul Adha datang sekali dalam satu tahun. Keduanya adalah hari besar Islam dengan fadhilah yang berbeda. Masing-masing memiliki keutamaannya sendiri dan juga memeiliki kesunnahan yang berbeda.
Ibadah sunnah tahunan ini mempunyai ciri khas masing-masing, Hari Raya Idul Fitri misalnya ditengarai dengan saling bermaaf-maafan, berkunjung kesanak family dan para kerabat. Berbeda dengan Hari Raya Idul Adha yang dikenal dengan Hari Raya Kurban atau Hari Raya Haji, karena pada hari itu kegiatan kurban dan ibadah haji dilaksanakan.
Sebagai ibadah tahunan, maka hendaknya kita laksanakan dengan sesempurna mungkin dengan menjalankan semua amalan-amalan sunnah pada hari tersebut dengan niat tulus dan mengharap pahala dari Allah SWT. Berikut kesunahan yang dianjurkan oleh para ulama’,
Pertama, Mengumandangkan takbir di Masjid-masjid, Mushalla dan rumah-rumah pada malam hari raya, dimulai dari terbenamnya matahari sampai imam naik ke mimbar untuk berkhutbah pada hari raya idul fitri dan sampai hari terakhir tanggal 13 Dzulhijjah pada hari tasyriq. Karena pada malam tersebut kita dianjurkan untuk mengagungkan , memuliakan dan menghidupkannnya, anjuran ini sebagaimana terdapat dalam Kitab Raudlatut Thalibin
فَيُسْتَحَبُّ التَّكْبِيرُ الْمُرْسَلُ بِغُرُوبِ الشَّمْسِ فِي الْعِيدَيْنِ جَمِيعًا، وَيُسْتَحَبُّ اسْتِحْبَابًا مُتَأَكَّدًا، إِحْيَاءُ لَيْلَتَيِ الْعِيدِ بِالْعِبَادَةِ
Disunahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunahkan juga menghidupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah.Sebagian fuqaha’ ada yang memberi keterangan tentang beribadah dimalam hari raya, yaitu dengan melaksanakan shalat maghrib dan isya’ berjama’ah, sampai dengan melaksanakan shalat subuh berjama’ah.
Kedua, mandi untuk shalat Id sebelum berangkat ke masjid, hal ini boleh dilakukan mulai pertengahan malam, sebelum waktu subuh, dan yang lebih utama adalah sesudah waktu subuh, dikarenakan tujuan dari mandi adalah membersihkan anggotan badan dari bau yang tidak sedap, dan membuat badan menjadi segar bugar, maka mandi sebelum waktu berangkat adalah yang paling baik. Berbeda jika mandinya setelah pertengahan malam maka kemungkinan bau badan akan kembali lagi, begitu juga kebugaran badan.
يُسَنُّ الْغُسْلُ لِلْعِيدَيْنِ، وَيَجُوزُ بَعْدَ الْفَجْرِ قَطْعًا، وَكَذَا قَبْلَهُ، ويختص بالنصف الثاني من الليل
Disunnahkan mandi untuk shalat Id, untuk waktunya boleh setelah masuk waktu subuh atau sebelum subuh, ata pertengahan malam.
Kesunahan mandi adalah untuk semua kaum muslimin, laki-laki maupun perempuan, baik yang akan akan berangkat melaksanakan shalat Id maupun bagi perempuan yang sedang udzur syar’I sehingga tidak bisa melaksanakan shalat Id.
Ketiga, disunahkan memakai wangi-wangian, memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau-bau yang tidak enak, untuk memperoleh keutamaan hari raya tersebut. Pada hakikatnya hal-hal tersebut boleh dilakukan kapan saja, ketika dalam kondisi yang memungkinkan, dan tidak harus menunggu datangnya hari raya, misalnya saja seminggu sekali saat hendak melaksanakan shalat jum’at. Dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab terdapat keterangan mengenai amalan sunnah ini,
والسنة أن يتنظف بحلق الشعر وتقليم الظفر وقطع الرائحة لانه يوم عيد فسن فيه ما ذكرناه كيوم الجمعة والسنة أن يتطيب
Disunnahkan pada hari raya Id membersihkan anggota badan dengn memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tidak enak, karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari Jum’at, dan disunnahkan juga memakai wangi-wangian.
Keempat, memakai pakaian yang paling baik lagi bersih dan suci jika memilikinya, jika tidak memilikinya maka cukup memakai pakaian yang bersih dan suci, akan tetapi sebagian ulama’ mengatakan bahwa yang paling utama adalah memakai pakaian yang putih dan memakai serban.
Berkaitan dengan memakai pakaian putih, ini diperuntukkan bagi kaum laki-laki yang hendak mengikuti jama’ah shalat Id maupun yang tidak mengikutinya, semisal satpam atau seseorang yang bertugas menjaga keamanan lingkungan, anjurannya ini tidak terkhususkan bagi yang hendak berangkat shalat saja, melainkan kepada semuanya.
Sedangkan untuk kaum perempuan, maka cukuplah memakai pakaian yang sederhana atau pakaian yang biasa ia pakai sehari-hari, karena berdandan dan berpakaian secara berlebihan hukumnya makruh, begitu juga menggunakan wangi-wangian secara berlebihan. Dalam Kitab Raudlatut Thalibin dijelaskan,
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَلْبَسَ أَحْسَنَ مَا يَجِدُهُ مِنَ الثِّيَابِ، وَأَفْضَلُهَا الْبِيضُ، وَيَتَعَمَّمُ. فَإِنْ لَمْ يَجِدْ إِلَّا ثَوْبًا، اسْتُحِبَّ أَنْ يَغْسِلَهُ لِلْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ، وَيَسْتَوِي فِي اسْتِحْبَابِ جَمِيعِ مَا ذَكَرْنَاهُ، الْقَاعِدُ فِي بَيْتِهِ، وَالْخَارِجُ إِلَى الصَّلَاةِ، هَذَا حُكْمُ الرِّجَالِ. وَأَمَّا النِّسَاءُ، فَيُكْرَهُ لِذَوَاتِ الْجَمَالِ وَالْهَيْئَةِ الْحُضُورُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْعَجَائِزِ، وَيَتَنَظَّفْنَ بِالْمَاءِ، وَلَا يَتَطَيَّبْنَ، وَلَا يَلْبَسْنَ مَا يُشْهِرُهُنَّ مِنَ الثِّيَابِ، بَلْ يَخْرُجْنَ فِي بِذْلَتِهِنَّ.
Disunnahkan memakai pakaian yang paling baik, dan yang lebih utama adalah pakaian warna putih dan juga memakai serban. Jika hanya memiliki satu pakaian saja, maka tidaklah mengapa ia memakainya. Ketentuan ini berlaku bagi kaum laki-laki yang hendak berangkat shalat Id maupun yang tidak. Sedangkan untuk kaum perempuan cukupla ia memakai pakaian biasa sebagaimana pakaian sehari-hari, dan janganlah ia berlebih-lebihan dalam berpakaian serta memakai wangi-wangian.
Sabda Nabi SAW berikut memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik, riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas RA,
كَانَ يلبس في العيد برد حبرة
Rasulullah SAW di hari raya Id memakai Burda Hibarah (pakaian yang indah berasal dari yaman).Kelima, ketika berjalan menuju ke masjid ataupun tempat shalat Id hendaklah ia berjalan kaki karena hal itu lebih utama, sedangkan untuk para orang yang telah berumur dan orang yang tidak mampu berjalan, maka boleh saja ia berangkat dengan menggunakan kendaraan. Dikarenakan dengan berjalan kaki ia bisa bertegur sapa mengucapkan salam dan juga bisa bermushafahah (Bersalam-salaman) sesama kaum muslimin. Sebagaimana sabda Nabi SAW riwayat dari Ibnu Umar,
كَانَ يَخْرُجُ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا
Rasulullah SAW berangkat untuk melaksanakan shalat Id dengan berjalan kaki, begitupun ketika pulang tempat shalat Id.
Selain itu dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan shaf atau barisan depan, sembari menunggu shalat Id dilaksanakan ia bisa bertakbir secara bersama-sama di masjid dengan para jama’ah yang telah hadir. Imam Nawawi dalam Kitabnya Raudlatut Thalibin menerangkan anjuran tersebut,
السُّنَّةُ لِقَاصِدِ الْعِيدِ الْمَشْيُ. فَإِنْ ضَعُفَ لِكِبَرٍ، أَوْ مَرَضٍ، فَلَهُ الرُّكُوبُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ أَنْ يُبَكِّرُوا إِلَى صَلَاةِ الْعِيدِ إِذَا صَلَّوُا الصُّبْحَ، لِيَأْخُذُوا مَجَالِسَهُمْ وَيَنْتَظِرُوا الصَّلَاة
Bagi yang hendak melaksanakan shalat Id disunahkan berangkat dengan berjalan kaki, sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau tidak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan. Disunnahkan juga berangkat lebih awal untuk shalat Id setelah selesai mengerjakan shalat subuh, untuk mendapatkan shaf atau barisan depan sembari menunggu dilaksanakannya shalat.
Keenam, untuk Hari Raya Idul Adha disunnahkan makan setelah selesai melaksanakan shalat Id, berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri disunahkan makan sebelum melaksanakan shalat Id. Pada masa Nabi SAW makanan tersebut berupa kurma yang jumlahnya ganjil, entah itu satu biji, tiga biji ataupun lima biji, karena makanan pokok orang arab adalah kurma. Jika di Indonesia makanan pokok adalah nasi, akan tetapi jika memiliki kurma maka hal itu lebih utama, jika tidak mendapatinya maka cukuplah dengan makan nasi atau sesuai dengan makanan pokok daerah tertentu.
عن بريدة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يخرج يوم الفطر حتى يطعم ويوم النحر لا يأكل حتي يرجع
Diriwayatkan dari Sahabat Buraidah RA, bahwa Nabi SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan, dan pada hari raya Idul Adha sehingga beliau kembali kerumah.
Diriwayatkan juga dari Sahabat Anas RA,
نَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يوم الفطر حتى يأكل تمرات ويأكلهن وترا
Rasulullah SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.
Dengan demikian, anjuran makan pada hari raya Idul Adha adalah setelah selesai melaksanakan shalat Id, alanglah lebih baik jika ia makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, akan tetapi jika tidak mendapati kurma, bolehnya ia makan dengan yang lain, misalnya nasi bagi rakyat Indonesia, disesuaikan dengan makanan pokok daerah tertentu.
Jumat, 09 Agustus 2019
Gaji Gus Dur
Prof. Mahfud MD, dalam setahun bersama Gus Dur, pernah bercerita : "Pada bulan pertama menjadi presiden, Gus Dur menerima gaji dengan amplop coklat ketika dia sedang duduk bersama Alwi Shihab dan Arifin Junaidi.” Sesudah menandatangani bukti penerimaan gaji tersebut, Gus Dur menyerahkan amplop coklat itu kepada Alwi Shihab, sambil berkata dg bergurau: “Kamu harus membeli jas yang bagus. Menteri luar negeri jangan memalukan,”. Bulan berikutnya, Gus Dur menyerahkan gajinya kepada menteri negara riset dan teknologi (Menristek), Prof. AS Hikam yang ketika itu sedang di Istana. “Nih, beli sepatu dan jas. Masak, Menristek sepatunya jelek,” kata Gus Dur bercanda lagi.
Arifin Junaidi merasa heran. Ketika dia tanya kepada Gus Dur, mengapa gajinya diserahkan kepada orang lain. Gus Dur malah menjawab, “Ya sudah, gaji bulan berikutnya untuk kamu saja.”
Arifin Junaidi kaget dan berkata, “Bukan begitu, Gus. Maksud saya, Gus Dur harus menyimpan gaji itu untuk kebutuhan Gus Dur karena itu adalah gaji Gus Dur sebagai Presiden.” Gus Dur dengan santai menjawab, “Lha, semua kebutuhan saya sudah disediakan di sini (Istana). Saya tak butuh apa-apa, biar dipakai oleh yang butuh saja.” .
Untuk alm. Gus Dur, *Alfatihah..*
Tarim: Negeri Para Wali
Kisah Ibrahim, Sendirian Dari Maroko ke Indonesia Hanya Pengen Sowan ke Mbah Maemoen Zubair Sarang
Mengenal kitab Faraidl As-Saniyyah Wa Ad-Durar Al-Bahiyyah: Kitab Hujjah Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah
Di Indonesia pada dekade 60 sampai 70-an, muncul gerakan-gerakan anti adat dan penolakan atas kulturisasi agama dengan alasan bertentangan ...
-
KH M Aniq Muhammadun (Ahad, 7 Juni 2020), Rais Syuriyah PCNU Pati Dan Pengasuh PP Mambaul Ulum Pakis Tayu dawuh: Alumni Mesir diperintah...
-
Beliau adalah ibunda Mbah Muhammadun, Pondowan Tayu Pati. Mbah Halimah menikah dg Mbah Murtomo alias Mbah Ali Murtadho. Dari pernikahan ters...
-
Ahad (31/01/2021) kemarin, pada hari lahir NU, Pondok Pesantren Darul Falah Be-songo Semarang, mengadakan pembukaan acara atau kegiatan “P...